Surabaya || faktaperistiwanews.co – Sepanjang tahun 2022, Pendapat Asli Daerah (PAD) Surabaya dinyatakan DPRD terserap secara maksimal, karena telah melebihi dari 70 persen. Namun, dari pajak daerah, ada beberapa catatan dari DPRD Surabaya yang belum memuaskan.
Disampaikan Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Mahfudz bahwa, salah satunya di sektor parkir. Pada sektor itu sepanjang tahun 2022 hanya mampu tercapai 73,12 persen dengan total pemasukan Rp80.216.080,249 dari target 100 persen Rp109.709.913.071.
“Dari target keseluruhan itu ternyata baru mencapai 81 persen. Kalau target ini mencapai 81 persen, dari target 100 persen, lagi-lagi yang yang dijadikan indikator pendapatan dalam satu tahun itu yo gak jelas,” katanya, Sabtu (31/12).
Wakil Ketua Fraksi PKB juga meminta kepada pemkot Surabaya untuk kedepan di tahun 2023 lebih serius mengelola PAD agar capaian target pendapatan daerah bisa terserap secara maksimal. Ia juga mengingatkan bagi beberapa sektor-sektor yang bandel membayar pajak segera ditindak.
“Kedepan, kalau bikin target itu lho jangan asal bikin target gitu. Jangan asal bikin target sak mene (segini) terus perkoro (perkara) tidak tercapai wes urusan mburi (sudah urusan belakangan), kan repot nanti. Ya kan banyak ahli di Surabaya. Mosok ahli-ahline ya mbleset kabeh (meleset semua),” tegas Mahfudz.
Selain kebocoran dari sisi parkir, kebocoran lebih parah ada pada sektor hiburan yang hanya terealisasi sebesar 71,23 persen. Pemasukan di sektor ini sepanjang tahun 2022 hanya sebesar Rp 55.214.055.417 dari total harapan murni Rp 102.231.558.207 dan PAK diturunkan menjadi Rp 77.516.340.185.
“Pihak Dinas Pendapatan tidak bisa menjawab. Faktanya detik ini, laporan mereka sendiri, jangankan target PAK, target murni saja mereka nggak sampai. Artinya apa?, Target-target pandapatan itu saya menilai dibuat asal-asalan,” geram Mahfudz.
Selain itu, ada beberapa lagi yang realisasi di bawah angka 80 persen, seperti restoran hanya 75.31 persen dengan pendapatan Rp 287.364.420.116 dari target pendapatan murni Rp 732.767.251.792.
Kemudian, pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan (BPHTB) yang hanya di angka 79.89 persen, dengan pendapatan total Rp 1.250.661.235.853 dari target murni Rp 1.383.795.008.795.
“Dari awal yang saya sorot itu ketika PAK Dinas Pendapatan itu menambah target pendapatan PDB itu. Pada saat itu, ditambah sekitar Rp 50 miliar. Terus BPHTP saat itu ditambah targetnya, target pendapatan itu sekitar 100 lebih lah, 100 sekian M, artinya ada tambahan target Rp 158 miliar kalau nggak salah saat itu. Saat itu juga saya tanyakan indikasi atau indikator potensi pendapatan dari 2 target itu apa? Dinas tidak bisa menjawab,” tandas Mahfudz. (uzi/yud)