Surabaya, faktaperistiwanews.co – Puluhan buruh mendatangi kantor DPRD Jawa Timur kemarin (6/4), siang. Mereka telah menuntut kejelasan transparansi penggunaan anggaran dana bagi hasil (DBH) cukai tembakau tahun 2021 yang dikucurkan di 38 kabupaten/kota.
Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur Kusnadi, S.H., M.Hum., menyampaikan memang ada DBH cukai untuk tembakau. Mereka menjadi stakeholder yang mendapat pembagian dalam bentuk bantuan langsung tunai. Tapi dalam praktek di pertanyakan tidak yang mereka banyangkan, pada regulasi yang ada. Karena, ada perlakuan perbedaan domisili.
“Jadi, orang Surabaya bekerja di pabrik rokok di Kabupaten Sidoarjo terus kemudian tidak mendapatkan. Ini kan, menimbulkan rasa iri, tidak adil, dan ini yang kurang pas,” sebut Kusnadi.
Kusnadi menyatakan, pemerintah tidak akan melakukan diskriminasi yang seperti itu. Hanya, implementasi di lapangan harus dibenahi. Jangan sampai terjadi.
“Sebenarnya Permenkeu RI sudah ada aturan DBH, dan siapa penerima DBH pun juga tercover. Cuma, prakteknya di lapangan yang tidak pas. Harus dibenahi pada Kabupaten/Kota,” jelasnya.
Menurut Kusnadi, nantinya akan di teruskan ke Pemerintah Pusat, mana saja yang akan disampaikan.
“Tentunya, aspirasi mereka dari Omnibus law yang di sempurnakan, namanya juga suatu perjuangan,” tuturnya.
Sementara, Ketua Ketua Pimpinan Daerah FSP RTMM SPSI Jawa Timur, Purnomo mengatakan sebagaian dana itu sejatinya dikucurkan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi pekerja rokok dan petani tembakau. Tapi, hingga saaat ini, belum semua pekerja rokok di Jatim menerima BLT dari dana tersebut. “Yang kami tanyakan sejauh mana dan kemana anggaran tahun 2021, dana yang masuk ke kabupaten/kota,”katanya.
Sesuai Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 206 Tahun 2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) sebagai acuan peruntukan anggaran cukai rokok.
Pasal 3 ayat 3 PMK itu menyatakan penggunaan DBH CHT sebesar 50% di bidang kesejahteraan masyarakat, 25% untuk bidang penegakan hukum, dan 25% untuk kesehatan. Di bidang kesejahteran, pasal 5 PMK itu menyebut dana digunakan untuk peningkatan sumber daya manusia (SDM) buruh pabrik dan petani tembakau, bantuan langsung tunai (BLT), hingga bantuan modal usaha.
“Tahun 2021 alasan pemerintah atas edaran menteri dalam negeri menyatakan belum dapat dibagi kepada pekerja karena alasan teknis. Hal ini ditandai bahwa pekerja yang mendapatkan BLT dari cukai itu tidak seluruhnya mendapatkan,” tambahnya.
Dijelaskan, hingga kini hanya pekerja pabrik rokok di kabupaten Sidoarjo dan kota Surabaya saja yang mendapatkan. Dia mencontohkan di salah satu pabrik rokok di Surabaya, dari 7 ribu karyawan, hanya terbagi 2 ribu pekerja saja yang mendapatkan. “Apa ini sosialisasinya yang tidak tepat sehingga yang terbagi hanya sebagaian saja,” jelasnya.
Dari data yang dihimpun, pada tahun 2021, Jawa Timur mendapatkan dana bagi hasil cukai sebesar Rp 1,8 triliun. Sedangkan, pada tahun 2022, angka DBH cukai yang diterima kabupaten/kota di Jatim naik mencapai Rp 2 triliun.
Sementara itu, data dari FSPMI Jatim, jumlah pekerja rokok di Jatim mencapai 7 ribu orang. Purnomo menambahkan, pihaknya juga khawatir mengenai kebijakan dari pemerintah pusat yang menyatakan bahwa koordinator DBH cukai dibawah koordinasi kementerian sosial. Menurut dia, pekerja khawatir, kalau bantuan itu dibawah koordinasi Kemensos, maka tidak semua pekerja akan mendapatkan bantuan itu. (Vn/Yud)