PEMBANGUNAN PAGAR LAUT OLEH NEGARA, PERSPEKTIF KEAMANAN DAN HUKUM Oleh : Dede Farhan Aulawi

646

Bandung || faktaperistiwanews.co – Pembangunan pagar laut merupakan isu strategis yang semakin relevan di tengah meningkatnya dinamika geopolitik, konflik perbatasan maritim, serta ancaman non-tradisional seperti penyelundupan, pencurian ikan (illegal fishing), dan pelanggaran batas wilayah. Dalam konteks Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, penguatan pengawasan dan kontrol terhadap wilayah lautnya menjadi kebutuhan mutlak. Salah satu alternatif yang muncul adalah pembangunan pagar laut, baik dalam bentuk fisik (struktur penghalang, sensor bawah laut) maupun teknologi (pengawasan radar, satelit, dan drone).

Perspektif Keamanan Nasional

Dari sisi keamanan nasional, pagar laut berfungsi sebagai instrumen pertahanan dan pengamanan teritorial. Laut Indonesia yang luas dan terbuka kerap dimanfaatkan oleh aktor-aktor non-negara untuk melakukan tindakan ilegal, seperti penyelundupan narkotika, perdagangan manusia, dan penangkapan ikan ilegal oleh kapal asing. Keberadaan pagar laut, baik secara fisik maupun virtual (maritime surveillance system), dapat mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan dan meningkatkan kemampuan deteksi dini aparat keamanan.

Selain itu, pembangunan pagar laut juga merupakan bagian dari strategi pertahanan berlapis dalam menghadapi ancaman eksternal. Dalam konteks Laut Natuna Utara misalnya, kehadiran kapal-kapal asing secara ilegal merupakan tantangan nyata terhadap kedaulatan Indonesia. Pagar laut dapat menjadi simbol sekaligus instrumen nyata penegasan batas wilayah yurisdiksi nasional.

Namun, pembangunan pagar laut harus dilengkapi dengan sistem integrasi antarlembaga, seperti TNI AL, Bakamla, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tanpa koordinasi yang solid, teknologi secanggih apapun tidak akan efektif. Dalam kerangka ini, pagar laut bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal kebijakan dan strategi keamanan maritim nasional.

Perspektif Hukum Nasional

Dari sisi hukum nasional, pembangunan pagar laut harus tunduk pada kerangka hukum yang berlaku, baik nasional maupun internasional. Di tingkat nasional, Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, serta Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan memberikan dasar hukum atas kewenangan negara dalam mengelola dan mengamankan wilayah perairannya.

Pembangunan pagar laut sebagai bentuk perlindungan wilayah harus selaras dengan prinsip-prinsip hukum, seperti penghormatan terhadap hak lintas damai (innocent passage) kapal asing di laut teritorial yang dijamin oleh UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). Artinya, pembangunan pagar laut tidak boleh menghalangi hak lintas damai secara sewenang-wenang.

Di sisi lain, pada zona ekonomi eksklusif (ZEE), Indonesia memiliki hak berdaulat atas sumber daya alam, namun tidak memiliki hak penuh atas pengaturan lalu lintas kapal asing. Maka dari itu, pembangunan pagar laut harus mempertimbangkan status hukum zona-zona laut yang berbeda.

Selain itu, aspek hukum lingkungan juga tidak boleh diabaikan. Pembangunan struktur fisik di laut berpotensi mengganggu ekosistem laut, sehingga harus melalui kajian lingkungan hidup strategis dan analisis dampak lingkungan (AMDAL) sesuai ketentuan hukum lingkungan Indonesia.

Dengan demikian, pembangunan pagar laut merupakan langkah strategis dalam memperkuat keamanan maritim Indonesia sekaligus menegaskan kedaulatan negara atas wilayah lautnya.

Namun, implementasinya tidak dapat dilepaskan dari kerangka hukum nasional maupun internasional. Pagar laut harus dibangun tidak hanya dengan pertimbangan teknis dan militer, tetapi juga dengan pendekatan hukum, diplomasi, dan perlindungan lingkungan.

Dengan perencanaan yang komprehensif dan penegakan hukum yang konsisten, pembangunan pagar laut dapat menjadi bagian penting dari sistem pertahanan maritim Indonesia yang modern dan berdaulat.(Red)