Aktivitas Tambang Emas Tanpa Izin (PETI) Kembali Mencuat di Kabupaten Sekadau

623

Kalimantan Barat || faktaperistiwanews.co – Berdasarkan laporan warga kepada redaksi pada Selasa (8/10), ditemukan sedikitnya 15 unit rakit tambang (lanting) beroperasi di aliran Sungai Sekadau Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas, tepatnya di wilayah Desa Seraras, Kecamatan Sekadau Hilir.

Padahal, wilayah Desa Seraras yang memiliki luas sekitar 38,64 kilometer persegi ini termasuk kawasan penting bagi aktivitas masyarakat pesisir sungai, terutama petani keramba ikan dan nelayan tradisional.

Menurut salah seorang warga, HN, aktivitas tambang emas ilegal tersebut diduga kuat mendapat izin informal dari oknum aparat desa setempat.

Harusnya aparat desa melindungi lingkungan, bukan justru memberi izin dan menjadi bagian dari pelaku. Lebih parah lagi, aktivitas ini dibekingi oleh oknum aparat penegak hukum,” ujar HN kepada wartawan, Rabu (9/10).

Hal senada disampaikan warga lain yang menilai aktivitas PETI di DAS Kapuas seakan kebal hukum.

Para pelaku ini seperti tak tersentuh hukum. Kalau aktornya sendiri diduga aparat, siapa lagi yang berani menindak?” katanya.

Masyarakat juga menyesalkan pernyataan aparat Polres Sekadau yang dalam beberapa kesempatan patroli menyebut aliran Sungai Kapuas bersih dari aktivitas tambang.
Padahal, berdasarkan dokumentasi warga, 15 unit rakit tambang aktif terdengar jelas dengan suara mesin penyedot yang membalik dasar sungai.

Apa mereka tidak melihat atau sengaja membiarkan? Sungainya jadi rusak, air keruh, ikan mati. Ini bukan lagi rahasia, tapi seolah dipelihara,” ujar HN dengan nada kesal.

Sementara itu, Iwan, seorang petani keramba ikan dari Desa Seraras, kembali menyuarakan keluhannya. Ia mengaku sudah tiga kali menyampaikan permohonan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto agar pemerintah menindak tegas aktivitas PETI di Sungai Sekadau.

Kami cuma minta keadilan. Apakah negara ini hanya milik pejabat dan orang berduit? Kami rakyat kecil juga punya hak untuk hidup dan mencari nafkah,” ucap Iwan.

Menurut Iwan, limbah tambang emas tanpa izin telah menyebabkan matinya ribuan ikan keramba dan mengancam keberlanjutan ekonomi warga yang bergantung pada perairan sungai.

Masyarakat mendesak agar Polres Sekadau, Pemerintah Kabupaten, dan seluruh pemangku kebijakan segera menindak para pelaku tambang emas ilegal di wilayah tersebut. Mereka juga menuntut transparansi penegakan hukum dan pengungkapan siapa dalang di balik praktik PETI dan mafia minyak subsidi yang diduga menyokong kegiatan tambang tersebut.

Serangkaian pertanyaan publik pun kini menggema di Sekadau:

Siapa dalang utama tambang emas ilegal di Sekadau?

Apakah benar ada keterlibatan oknum aparat penegak hukum?

Mengapa Kapolres Sekadau terkesan diam dan tidak menindak tegas pelaku PETI?

Sampai kapan pelanggaran hukum lingkungan dan hak asasi manusia (HAM) ini akan dibiarkan?

Masyarakat berharap Kapolres Sekadau, Bupati Sekadau, dan aparat penegak hukum lainnya tidak menutup mata terhadap persoalan ini. Jika benar ada oknum yang terlibat, warga meminta agar dilakukan penegakan hukum yang transparan dan akuntabel, demi keselamatan lingkungan dan masa depan generasi Sekadau.

Sebagai informasi, aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) melanggar:

Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengancam pelaku dengan pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.

Pasal 69 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang melarang setiap orang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak-pihak terkait, termasuk Polres Sekadau dan Pemerintah Desa Seraras, belum memberikan tanggapan resmi atas laporan warga tersebut.

Redaksi membuka ruang hak jawab, hak koreksi, dan hak klarifikasi bagi pihak-pihak yang disebut, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

m.supandi…