Penerapan Sistem Manajemen K3 di Tambang Bawah Tanah Oleh : Dede Farhan Aulawi

Bandung || faktaperistiwanews.co – Tambang bawah tanah merupakan salah satu sektor industri yang memiliki tingkat risiko kerja tinggi. Kondisi kerja yang berada jauh di dalam tanah, minim pencahayaan, ventilasi terbatas, serta potensi bahaya seperti runtuhan batuan, ledakan gas, dan paparan debu membuat perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi sangat krusial. Oleh karena itu, penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3) secara sistematis dan konsisten di tambang bawah tanah menjadi sebuah keharusan.

Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang bertujuan untuk mengendalikan risiko-risiko terkait K3 dalam rangka terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan sehat. Dalam konteks tambang bawah tanah, SMK3 bertujuan untuk mencegah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, serta melindungi aset perusahaan dan lingkungan sekitar tambang.

Penerapan SMK3 di tambang bawah tanah melibatkan beberapa komponen utama, antara lain :

  • Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko (IBPR). Setiap aktivitas di tambang bawah tanah harus melalui proses identifikasi bahaya dan penilaian risiko. Bahaya seperti gas beracun, potensi longsor, dan kebisingan tinggi perlu diidentifikasi secara menyeluruh. Dari hasil IBPR ini, perusahaan dapat merancang pengendalian risiko yang tepat, mulai dari rekayasa teknis hingga prosedur kerja aman.
  • Perencanaan dan Prosedur Kerja Aman. Perusahaan tambang harus menyusun prosedur operasi standar (SOP) untuk setiap kegiatan, termasuk penggalian, peledakan, pengangkutan, dan perawatan alat. SOP ini harus disosialisasikan secara berkala dan diawasi pelaksanaannya di lapangan.
  • Pelatihan dan Kompetensi Pekerja. Pekerja tambang harus mendapatkan pelatihan K3 secara rutin, baik secara teori maupun praktik. Pelatihan ini mencakup penggunaan alat pelindung diri (APD), evakuasi darurat, serta pemahaman terhadap sistem ventilasi dan deteksi gas. Pekerja juga harus memiliki sertifikasi kompetensi sesuai peraturan yang berlaku.
  • Penggunaan Teknologi dan Peralatan K3. Penggunaan teknologi modern seperti sistem monitoring gas otomatis, sensor geoteknik, dan sistem komunikasi bawah tanah sangat membantu dalam mendeteksi potensi bahaya lebih awal. Selain itu, seluruh pekerja wajib menggunakan APD seperti helm, respirator, lampu kepala, dan sepatu pelindung.
  • Pemantauan dan Evaluasi Berkala. SMK3 harus dilengkapi dengan sistem pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan. Audit internal dan eksternal, inspeksi lapangan, serta pelaporan insiden merupakan bagian dari upaya meningkatkan kinerja K3 secara terus-menerus.
  • Tanggap Darurat dan Penanggulangan Insiden. Tambang bawah tanah wajib memiliki sistem tanggap darurat yang efektif, termasuk jalur evakuasi, sistem komunikasi darurat, dan tim penyelamat yang terlatih. Simulasi keadaan darurat harus dilakukan secara berkala untuk memastikan kesiapan seluruh pihak.

Tantangan dalam Penerapan SMK3
Penerapan SMK3 di tambang bawah tanah tidak lepas dari berbagai tantangan. Beberapa di antaranya adalah kurangnya kesadaran pekerja terhadap pentingnya K3, keterbatasan teknologi di lokasi terpencil, serta budaya kerja yang masih mengabaikan keselamatan. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen kuat dari manajemen puncak, pengawasan yang ketat, serta keterlibatan seluruh pekerja dalam menciptakan budaya K3 yang positif.

Dengan demikian, penerapan Sistem Manajemen K3 di tambang bawah tanah merupakan investasi penting dalam menjamin keselamatan pekerja, menjaga kelangsungan operasional, serta meningkatkan produktivitas tambang secara keseluruhan. Dengan penerapan SMK3 yang baik, risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat ditekan seminimal mungkin. Kolaborasi antara perusahaan, pekerja, dan pemerintah dalam menerapkan K3 secara konsisten menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan lingkungan kerja tambang yang aman dan sehat.(Red)