Konsep Penataan Destinasi Wisata Pulau Nami, Korea Selatan Oleh : Dede Farhan Aulawi

Bandung || faktaperistiwanews.co – Pulau Nami (Namiseom) merupakan salah satu destinasi wisata paling populer di Korea Selatan. Terletak sekitar 63 km dari Seoul, pulau ini dikenal karena keindahan alamnya, terutama barisan pohon-pohon gingko dan metasequoia yang memukau di setiap musim. Dikenal luas melalui drama Korea Winter Sonata, Pulau Nami tidak hanya menjadi destinasi romantis, tetapi juga ikon wisata budaya dan alam. Namun, untuk menjaga keberlanjutan wisata, perlu adanya penataan yang terencana dan holistik, yang memperhatikan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi.

Konsep Penataan Berbasis Ekowisata
Penataan Pulau Nami perlu mengadopsi pendekatan ekowisata, yaitu pengelolaan wisata berbasis pelestarian alam dan partisipasi masyarakat. Pulau ini memiliki ekosistem yang unik, dengan berbagai spesies flora dan fauna yang hidup berdampingan dengan aktivitas wisata. Oleh karena itu, konsep zonasi wisata perlu diterapkan :

  • Zona konservasi : Area dengan keanekaragaman hayati tinggi yang dibatasi akses pengunjungnya. Edukasi dilakukan melalui jalur interpretatif dan pemandu wisata.
  • Zona rekreasi : Area yang diperuntukkan bagi aktivitas wisata utama seperti bersepeda, berjalan kaki, atau pertunjukan budaya.
  • Zona layanan : Area fasilitas wisata seperti restoran, penginapan, dan pusat informasi turis.

Dengan penataan berbasis zonasi, tekanan terhadap lingkungan dapat diminimalisir, sembari tetap memberikan pengalaman berkualitas bagi wisatawan.

Integrasi Budaya dan Kreativitas Lokal
Pulau Nami dikenal sebagai pusat seni dan budaya. Di masa depan, penataan wisata perlu memperkuat identitas ini dengan cara :

  • Menyediakan galeri seni terbuka dan ruang ekspresi seniman lokal maupun internasional.
  • Mengadakan festival budaya musiman yang mengangkat tema-tema Korea tradisional, seni kontemporer, serta warisan sastra (misalnya mengenang jenderal Nami, nama yang menjadi asal usul pulau ini).
  • Meningkatkan kerja sama dengan komunitas lokal untuk menyuplai produk-produk UMKM seperti kerajinan tangan, makanan lokal, dan pakaian tradisional.

Dengan demikian, wisata Pulau Nami bukan hanya soal pemandangan, tetapi juga pengalaman budaya yang autentik dan mendalam.

Infrastruktur Ramah Lingkungan
Karena keterbatasan ruang dan kerentanannya terhadap polusi, infrastruktur wisata Pulau Nami berbasis teknologi hijau dan prinsip smart tourism. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain :

  • Penggunaan kendaraan listrik atau sepeda sebagai alat transportasi utama di pulau.
  • Penerapan sistem energi terbarukan seperti panel surya untuk kebutuhan listrik fasilitas wisata.
  • Pengelolaan sampah berbasis reduce, reuse, recycle, termasuk edukasi pengunjung tentang pentingnya membawa pulang sampah sendiri.

Infrastruktur yang mendukung lingkungan akan menambah citra Pulau Nami sebagai destinasi wisata masa depan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Digitalisasi dan Manajemen Pengunjung
Untuk menghindari overtourism, perlu diterapkan sistem manajemen pengunjung berbasis digital :

  • Reservasi online dengan kuota harian untuk menjaga jumlah wisatawan yang masuk.
  • Aplikasi wisata digital yang menyediakan informasi peta interaktif, panduan wisata, dan edukasi tentang etika lingkungan.
  • Sistem pemantauan real-time terhadap kepadatan pengunjung di setiap zona, sehingga distribusi wisatawan lebih merata dan tidak terkonsentrasi di satu titik.

Digitalisasi ini juga meningkatkan kenyamanan dan keamanan wisatawan serta efisiensi pengelolaan destinasi oleh pihak pengelola.

Dengan demikian, penataan wisata Pulau Nami diarahkan pada prinsip keberlanjutan yang menggabungkan pelestarian lingkungan, pemberdayaan budaya, dan pemanfaatan teknologi. Melalui pendekatan ekowisata, integrasi seni dan budaya, infrastruktur ramah lingkungan, serta sistem manajemen digital, Pulau Nami dapat menjadi contoh wisata yang harmonis antara manusia, alam, dan budaya. Dengan demikian, daya tarik Pulau Nami akan tetap lestari untuk generasi mendatang, sekaligus memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat Korea Selatan. Begitupun dengan pengelola destinasi wisata di Indonesia, bisa meniru konsep ini. (Red)